Fajar Bahasa dari Kobong Pesantren: Cerita di Balik Ilqo’ Mufrodat

Share on:

Facebook
X
WhatsApp

Kegiatan ilqo mufrodat membekali santri dengan kompetensi global yaitu penguasaan bahasa asing (Foto: ilustrasi).

Pesantren Condong, pukul 05.20 pagi. Cahaya matahari baru saja menyapa pucuk-pucuk pepohonan di halaman pondok. Di dalam kamar rayon, sekelompok santri duduk melingkar. Sebagian memegang buku tulis, sebagian lain mengulang kata demi kata dengan suara pelan namun mantap.

Inilah pagi di Condong—bukan pagi biasa, melainkan waktu dimulainya kegiatan Ilqo’ Mufrodat, pengajaran kosakata Bahasa Arab dan Inggris yang menjadi bagian tak terpisahkan dari rutinitas santri setiap hari.

“Awalnya saya merasa sulit karena belum terbiasa bicara Bahasa Arab,” kata Fajar, santri kelas 3 asal Bekasi, sambil tersenyum. “Tapi karena diajarkan pelan-pelan dan setiap hari, sekarang malah sering jadi rebutan kalau ada yang bisa jawab kuis vocab dari pengurus.”

Kegiatan ini dimulai setelah Subuh dan tilawah Al-Qur’an. Saat kebanyakan teman seusianya masih memilih tidur, para santri sudah bersiap menyerap kosakata baru. Mereka dibimbing langsung oleh pengurus rayon bagian bahasa, yang telah dibekali pelatihan oleh Language Advisory Council—lembaga internal pesantren yang mengembangkan kurikulum bahasa.

“Kami menggunakan metode langsung atau direct method,” jelas Ustaz Syahrul, pembimbing bahasa senior. “Santri tidak hanya menghafal, tapi juga membuat kalimat dan mempraktikkannya langsung dalam percakapan harian. Jadi, prosesnya hidup dan kontekstual.”

Setiap pekan, kosakata yang dipelajari tidak hanya diajarkan, tetapi juga di-review melalui evaluasi lisan dan tertulis. Santri diwajibkan menuliskan kosakata tersebut dalam bentuk kalimat yang tepat di buku tugas mereka. Data perkembangan hafalan kosakata ini dicatat dan dilaporkan dalam rapor non-akademik masing-masing.

Menariknya, proses ini tidak berhenti di ruang belajar. Kosakata yang telah diajarkan seringkali dijadikan bagian dari “tantangan bahasa” dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, pengurus rayon akan tiba-tiba mengajukan pertanyaan dalam Bahasa Inggris saat antre makan, atau menantang santri untuk menjawab salam dalam Bahasa Arab yang benar.

“Kadang kami dibuat kaget, ‘Apa bahasa Arab-nya sendok?’, langsung ditanya di depan kamar,” ujar Alya, santri putri kelas 2. “Tapi lama-lama jadi seru. Rasanya seperti hidup di lingkungan bilingual!”

Bagi santri senior, khususnya kelas 5 dan 6, pembinaan dilakukan oleh guru-guru senior. Fokus mereka tidak lagi hanya pada perbendaharaan kata, tetapi pada kesiapan komunikasi tingkat lanjut—termasuk debat, presentasi, dan diskusi dalam dua bahasa asing.

Program ini telah menjadi ikon dalam penguatan kemampuan bahasa asing santri di Pesantren Condong. Lebih dari sekadar pelajaran tambahan, Ilqo’ Mufrodat adalah cara hidup. Ia membiasakan santri untuk berbahasa bukan hanya karena tugas, tetapi karena kebutuhan dan keyakinan.

“Bahasa adalah alat dakwah,” tegas Ustaz Syahrul. “Kami ingin para santri bisa menyampaikan Islam kepada dunia, dengan cara yang fasih, bijak, dan penuh adab.”

Bahasa sebagai Jalan Peradaban

Ilqo’ Mufrodat menjadi salah satu wajah dari visi besar Pesantren Condong: mencetak generasi santri global yang tak hanya kuat dalam iman dan ilmu, tetapi juga mampu menjembatani dunia lewat komunikasi lintas budaya.

Dengan sistem pembelajaran yang disiplin, pembinaan harian yang dekat, serta suasana pesantren yang kondusif, kegiatan ini menjadi salah satu daya tarik utama bagi para orang tua yang ingin anaknya tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga siap menjadi pemimpin yang mendunia.

Dan setiap pagi, ketika gema Subuh masih menggantung di udara, para santri kembali membuka buku mereka. Satu demi satu kata baru ditulis, diucapkan, dan perlahan, ditanamkan dalam hati.

Di Pesantren Condong, bahasa bukan hanya dipelajari—ia dijalani. Dan dari sana, peradaban dimulai. []

[custom_views]

Share on :

Facebook
X
WhatsApp