
WWW. CONDONG.ID, Tasikmalaaya-Pondok Pesantren Riyadlul ‘Ulum Wadda’wah Condong menggelar acara Pekan Perkenalan Khutbatul Arsy (PPKA) yang dipadukan dengan Upacara Peringatan Kemerdekaan Republik Indonesia ke-80. Acara berlangsung pada Ahad (17/8) di Lapangan Pangadegan Pesantren Condong, dengan diikuti oleh seluruh stakeholder pesantren, mulai dari santri, ustaz, hingga guru-guru.
Rangkaian kegiatan diawali dengan apel sekaligus upacara kemerdekaan yang dipimpin oleh Dr. Drs. KH. Mahmud Farid, M.Pd., selaku Wakil Pimpinan Pesantren. Usai apel, dilanjutkan dengan sambutan dari Pimpinan Pesantren Condong, KH. Diding Darul Falah, yang menekankan pentingnya semangat kemerdekaan dipadukan dengan ruh perjuangan santri.

“Momentum kemerdekaan ke-80 ini harus menjadi pengingat bagi kita semua, bahwa perjuangan tidak hanya melawan penjajahan fisik, tetapi juga dalam membangun generasi yang berilmu, berakhlak, dan bermanfaat bagi bangsa,” ujar KH. Diding dalam sambutannya.
Seusai upacara, santri-santri Condong menampilkan kesenian budaya Nusantara yang menggambarkan kekayaan tradisi dari berbagai daerah di Indonesia. Tidak hanya itu, mereka juga mementaskan sebuah drama sejarah dengan tema Kerusuhan Tasikmalaya 1996, sebuah peristiwa yang memiliki ikatan erat dengan perjalanan keluarga besar Pesantren Condong.
Kemeriahan semakin bertambah dengan digelarnya parade baris-berbaris yang diikuti oleh santri dari berbagai konsulat. Parade ini menjadi simbol kekompakan, kedisiplinan, sekaligus rasa cinta tanah air yang dipupuk sejak dini di lingkungan pesantren.
Acara (PPKAA) dan HUT ke-80 RI ini tidak hanya menjadi momentum kebersamaan keluarga besar Pesantren Condong, tetapi juga wujud nyata bahwa pesantren senantiasa hadir dalam menjaga nilai-nilai kebangsaan dan keislaman.
Apel tahunan dalam rangka Khutbatul Arsy ini memiliki tujuan utama untuk mengenalkan budaya, tradisi, serta nilai-nilai falsafah pesantren Condong kepada seluruh santri, khususnya santri baru. Dengan demikian, mereka dapat memahami jati diri Pesantren Condong sekaligus menanamkan rasa cinta pada tradisi keilmuan dan perjuangan pesantren.[]