Pengantar
Seberapa pentingkah seseorang membaca buku di masa kini?, pertanyaan ini diutarakan oleh Mortimer Adler di tengah semakin pesatnya teknologi, sekitar tahun 1930-an. Berbeda dengan sekarang, rasanya sangat mudah sekali untuk seseorang mendapatkan informasi dan sumber bacaan lewat sarana teknologi yang tersedia, oleh sebab itu apa perlunya untuk membaca? Secara khusus, Adler merasa bahwa masyarakat di masa ia hidup tidak mampu membaca dengan baik: namun, hal ini bukan berarti mereka tuna aksara; generasi Adler tentu membaca lebih banyak buku dibandingkan generasi hari ini.
Sebaliknya, mereka tidak dapat membaca secara mendalam dan kritis—suatu hal yang sayangnya tidak banyak berubah atau bahkan lebih memburuk di era hari ini. Secara parsial, untuk menjawab pertanyaan di awal, Adler mengatakan bahwa sangat penting mempunyai kemahiran membaca di masa kini. Karena, seseorang dapat menjalankan hidupnya dan bekerja dengan baik, jika ia mempunyai kemampuan membaca dalam tingkatan dasar sebagaimana seseorang di masa lampau dapat menjalankannya dengan kemampuan observasi lingkungan sekitar dan dialog sehari-hari. Seiring berjalannya waktu, terdapat individu yang menginginkan kebenaran dan pengetahuan dengan memahaminya lebih mendalam. Untuk seseorang yang cerdas dan mempunyai rasa keingintahuan tinggi, maka jalur yang mereka tempuh untuk memenuhinya ialah lewat membaca.
Mengapa di dunia digital ini kita perlu membaca buku berjudul How to Read a Book? Adler membuka prolognya dengan mengatakan bahwa buku ini diperuntukkan bagi mereka yang “ingin menjadi pembaca yang lebih baik” [Adler, hlm 3]. Ia berpandangan kegiatan membaca merupakan sebuah aktivitas yang dapat dilakukan kurang atau lebih secara aktif. Mereka yang membaca secara aktif akan lebih mendapatkan manfaat dari apa yang mereka baca, baik itu surat kabar, artikel, buku, dan sebagainya. Dalam bagian awal buku, Adler mengatakan bahwa buku ini berisi dasar-dasar yang diperlukan untuk mulai membaca secara aktif dan mendalam. Kemudian, mengapa penting untuk belajar membaca secara mandiri dengan baik di saat pun kita mempunyai sarana seperti guru atau para ahli yang dapat menjelaskan kepada kita? Adler berpendapat bahwa kebanyakan proses belajar yang akan kita tempuh memerlukan kecakapan yang mandiri, sebab kita tidak dapat memiliki guru untuk semua subjek, apalagi semua buku yang kita baca. Oleh karena itu, Adler menambahkan bahwa buku ini merupakan sebuah sarana guna mengembangkan kecakapan kita dalam membaca, sebagai life-long learner.
Menurut Adler ada dua tipe pembaca dan pembelajar life-long learner. Dalam satu tahap, seseorang membaca satu buku dan memahami dari awal hingga akhir: Hal ini memungkinkan bisa mendapatkan sebuah informasi baru, namun hal itu belum cukup untuk menambah pemahaman. Dengan kata lain, pandangan dunia kita tetap sama. Tahap kedua, seseorang membaca buku dan tidak memahami bukunya secara utuh, orang ini mengetahui bahwa buku itu menawarkan lebih dari apa yang ia pahami. Walaupun buku tersebut dapat menambah informasi baru, akan lebih penting buku tersebut mengarahkan kita untuk mencapai inti membaca, yaitu meningkatkan pemahaman.
Ketika bergumul dengan buku yang sulit dan melatih diri dengan kemampuan penuh dalam membaca, pembacaan tersebut akan lebih menguntungkan. Karena akan selalu ada buku yang kita merasa kesulitan saat membacanya: hanya dengan membaca secara aktif, buku tersebut akan membuka dirinya kepada kita. Di samping itu, ada juga buku untuk hiburan yang menurut Adler tidak ada aturan khusus untuk jenis pembacaan tersebut, karena semua orang dapat membaca untuk hiburan. Selanjutnya, buku hiburan tidak semestinya berbeda dengan jenis buku yang ditujukan untuk pemahaman. Semisal, seseorang dapat membaca novel hanya untuk tujuan hiburan, atau melalui analisis tokoh, bagan cerita, latar, dan sebagainya, guna mencapai suatu pemahaman yang baru mengenai dunia dan tokoh dalam cerita tersebut.
Membaca dapat dianalogikan seperti menangkap bola kasti, dengan penulis sebagai pelempar dan pembaca sebagai penangkap. Pembaca dapat menangkap bola (bola sebagai isi buku) dengan baik atau kehilangan, bergantung pada kemampuannya. Di waktu yang sama, penulis dapat melempar bola pada kecepatan dan cara yang berbeda, membuat bola lebih mudah atau sulit ditangkap. Dalam hubungan ini, Adler mengutarakan bahwa pembaca harus memainkan perannya dengan melengkapi diri mereka dengan kemampuan menangkap bola sebaik-baiknya. Untuk menjadi pembaca yang serius, Adler menegaskan bahwa ada empat pertanyaan yang mesti diutarakan, setiap pertanyaan tersebut akan membangun pertanyaan sebelumnya. Jika pembaca dapat menjawab semua pertanyaan ini dengan percaya diri, maka ia telah adil dan memenuhi tugasnya dalam membaca. Pertanyaan pertama adalah apa isi buku ini secara keseluruhan? pembaca yang serius harus mampu menelaah secara ringkas, koheren, dan akurat dalam membuat ringkasan buku.
Untuk mengetahui apa yang dikatakan oleh buku, pembaca harus mengetahui bagaimana penulis menyajikan dan memberikan argumen utama buku tersebut. Selanjutnya, pertanyaan kedua: Apa yang dikatakan secara rinci, dan bagaimana? Dengan pemahaman penuh akan buku dan strukturnya, pembaca dapat menilai dan menjawab pertanyaan ketiga, yaitu; Apakah buku ini benar, secara keseluruhan atau hanya sebagian? Terakhir, setelah memahami dan dapat menilai buku, pembaca harus berusaha untuk mengetahui implikasi dan signifikansi argumen dalam buku tersebut, yakni menjawab pertanyaan keempat: Apa itu? – apa signifikansi dari argumen buku tersebut?
Untuk memfasilitasi pembaca dalam menjawab pertanyaan di atas, Adler memberikan guratan akan empat tingkatan membaca, setiap tingkatan akan membangun tingkatan sebelumnya: jika seseorang dapat melewati keempatnya, mereka dapat menjawab semua pertanyaan tersebut. Walaupun disajikan sebagai tingkatan yang membutuhkan pembacaan terpisah, pembaca yang cermat (master reader) dapat melakukannya di saat yang sama.
Jenis Pertama adalah pembacaan dasar (elementary reading). Jenis pembacaan seperti ini biasanya dipelajari di saat masih kanak-kanak, belajar membaca abjad, kata, dan kalimat, dan mempunyai pemahaman dasar menangkap makna. Adler mengasumsikan bahwa tingkatan ini sudah dapat dikuasai dan tidak perlu lagi untuk dijelaskan.
Kedua adalah pembacaan inspeksional atau pra membaca (inspectional reading), yakni pembacaan secara sistematis sebuah buku di saat pembaca mempunyai waktu yang terbatas (contoh: 15 menit sampai dua jam). Setelah membaca buku dalam tingkatan ini, pembaca seharusnya dapat menjawab: Tentang apakah buku ini? yang berarti dapat menjawab beberapa pertanyaan lain seperti Bagaimana struktur bukunya? dan jenis Buku apa itu (sejarah, novel, fabel, dll.)?
Ketiga adalah pembacaan analitis (analytical reading), atau pembacaan secara utuh, yaitu pembacaan melalui inspeksional mempelajari buku dengan waktu yang terbatas, pembacaan analitis adalah belajar sebanyak-banyaknya dari buku dengan waktu tidak terbatas. Jenis pembacaan ini sangat diperlukan untuk menambah pemahaman.
Jenis pembacaan keempat atau yang paling tinggi adalah pembacaan sintopikal (syntopical reading). Setelah selesai membaca banyak buku secara analisis, pembaca dapat membandingkan dan melihat perbedaan pandangan antara buku-buku, menelaah perbincangan keduanya, dan memutuskan pendapat mana yang paling kuat.
Tingkatan kedua Membaca: Pembacaan Inspeksional (Inspectional Reading)
Menurut Adler, pembacaan inspeksional menjadi dua jenis atau dua tahap: pembacaan sepintas (systematic skimming) dan pembacaan superfisial (superficial reading). Menurut Adler dua tahap pembacaan ini merupakan satu keterampilan yang dapat diaplikasikan dalam satu waktu bagi pembaca yang cakap (master reader): namun, ia menyarankan bagi pemula untuk melaksanakannya sebagai dua tahap yang terpisah.
Jenis yang pertama adalah pramembaca, kita tidak mengetahui tentang apakah buku ini dan apakah layak buku ini untuk dibaca. Untuk menyelesaikan masalah ini, Adler menyarankan kita untuk membaca sepintas (skimming) sejauh yang diperlukan untuk mengetahui isi buku, mulai dari argumen dasar, hingga strukturnya. Secara keseluruhan, pembacaan ini akan memakan waktu beberapa menit atau paling lama satu jam. Adler menyarankan kita untuk mengikuti langkah-langkah di bawah ini;
1. Lihatlah halaman judul dan prakata.
2. Pelajari daftar isi untuk mendapatkan gambaran struktur dan konten buku: penulis biasanya memberikan banyak waktunya untuk menulis daftar isi.
3. Periksa bagian indeks untuk mengetahui jangkauan topik yang dibahas.
4. Baca uraian penerbit di bagian belakang buku: seringkali, bagian ini ditulis oleh penulis sendiri, mengenai ringkasan buku.
5. Berdasarkan poin-poin sebelumnya (terutama daftar isi), bacalah bab-bab yang terlihat kunci argumen buku: ringkasan argumen biasanya akan ada di bagian pembuka atau penutup paragraf.
6. Buka beberapa halaman dan baca sana-sini. Perhatikan beberapa halaman terakhir buku yakni biasanya bagian ringkasan buku [Adler, Hlm 32-25].
Jenis yang kedua adalah pembacaan superfisial (superficial reading). Ini memerlukan pembacaan buku dari awal hingga akhir, dan tidak perlu berhenti di bagian yang kita tidak dapat paham. Adler menekankan bahwa sering kali ketidakpahaman kita di awal bagian buku akan terselesaikan di akhir buku. Jika tidak, bagian lain buku akan membantu untuk mengkontekstualisasikan bagian yang tidak kita pahami, agar dapat membawa kita lebih dekat lagi ke pemahaman bagian yang sebelumnya tidak kita pahami. Keduanya lebih baik daripada terjebak pada satu bab selama berhari-hari, berminggu-minggu, atau bahkan berbulan-bulan.
Mengenai kecepatan membaca, Adler menyarankan kita untuk mengubah kecepatan membaca kita menjadi cepat atau lambat jika dirasa perlu. Jika kita membaca teks yang sangat padat, bacalah lebih lambat. Jika teksnya tidak ringkas dan sering dipenuhi kesalahan (ejaan, tata bahasa, dsb.), bacalah dengan cepat. Prinsipnya adalah jangan biarkan kecepatan membaca mengganggu daya serap akan pemahaman kita.
Tingakatan Ketiga Membaca: Pembacaan Analitis (Analytical Reading)
Adler memberikan sketsa tiga tahap pembacaan analitis, dengan aturannya masing-masing. Tahap pertama adalah menetapkan tentang apakah buku tersebut, yang telah terbagi menjadi empat hal. Pertama, mengklasifikasikan buku sesuai jenis dan subjeknya [Adler, 161]. Bagaimana kita menganalisis sebuah buku sepenuhnya tergantung pada pokok bahasan buku tersebut. Dalam membaca buku sains atau politik, kita akan mencari bukti daripada argumen yang ada di dalamnya; tetapi dalam novel, kita akan melakukan analisis literatur, memfokuskan fitur-fitur seperti perkembangan tokoh, latar, temadan sebagainya. Adler membuat suatu pembeda penting dengan membagi jenis buku menjadi practical dan theoritical. Untuk buku practical (seperti How to Read a Book), kita akan mempelajari seperangkat keterampilan untuk dipraktikkan. Sedangkan buku theoretical, kita berusaha mempelajari ilmu yang cenderung lebih abstrak.
Selanjutnya, Adler menegaskan bahwa kita harus menyatakan [buku yang dibaca] bagian penting dengan rangkaian dan hubungannya, dan membuat garis besar mengenai bagian tersebut. Garis besar buku tersebut tidak perlu mengikuti struktur yang penulis buat dalam halaman daftar isi. Dengan itu, melalui informasi yang didapat, kita mesti dapat menjelaskan permasalahan atau masalah-masalah yang penulis usahakan untuk diselesaikan, karena untuk setiap buku non-fiksi dan banyak dari buku fiksi ditulis untuk menyelesaikan satu atau banyak masalah-masalah.
Tahap kedua adalah menginterpretasikan konten buku, yang juga mempunyai empat tahap. Pertama, “mencapai pemahaman yang sama dengan penulis dalam menafsirkan kata kuncinya (key terms)” [Adler, 134]. Banyak dari kesalahpahaman dan kekeliruan, menurut Adler, datang dari kesalahpahaman mengenai kata kunci: dengan memahami mereka di awal pembacaan suatu buku, kita dapat memahami secara akurat argumen yang ada. Kemudian, pembaca perlu mengerti proposisi dengan menangani kalimat terpenting penulis. Setelah berhasil mengidentifikasi pertanyaan penulis dan sepenuhnya dapat memahami argumen utamanya, pembaca dapat menentukan masalah apa yang ingin penulis selesaikan dan tidak ia dapat selesaikan; untuk yang tidak dapat diselesaikan, memutuskan mana yang penulis tahu bahwa ia telah gagal untuk pecahkan.
Tahap ketiga adalah mengkritisi buku. Untuk bisa mengkritik buku secara adil, Adler menekankan bawa pembaca harus mengikuti etika para intelektual. Pertama, untuk tidak mengkritik sebelum Anda menyelesaikan garis besar dan tafsiran buku secara lengkap: sebuah kewajiban untuk Anda memahami buku terlebih dahulu sebelum mengkritik. Kedua, untuk tidak membantah secara argumentatif atau secara sporadis, karena hal ini merupakan contoh penafian terhadap kebenaran. Yang ketiga, membedakan antara ilmu dan opini pribadi.
Mengamati etika-etika tersebut, Adler memberikan empat cara-gaya yang logis untuk pembaca dapat mengkritisi sebuah buku. Pertama, menunjukkan di bagian mana penulis tidak mendapatkan informasi: ini berarti ia kehilangan beberapa informasi penting untuk memahami topik dan menilainya dengan tepat. Kedua, adalah menunjukkan di mana penulis mendapatkan informasi yang salah. Ini berarti menunjukkan bahwa beberapa informasi yang disajikan penulis tidak akurat. Ketiga, menunjukkan di mana penulis tidak logis dalam tulisannya. Ini melalui mengidentifikasi kesalahan logis (logical fallacies) atau konklusi yang kurang substansial. Keempat, yakni menunjukkan di bagian mana penulis tidak lengkap dalam menganalisis.
Tingakatan Keempat Membaca: Pembacaan Sinopikal (Synoptical Reading)
Menurut uraian Adler, pembacaan sintopikal adalah pembacaan komparatif antar beberapa buku dalam subjek yang sama atau sekurangnya berhubungan– ini pada dasarnya merupakan penelitian, seperti pelaksanaan skripsi. Sebagaimana tingkatan baca sebelum-sebelumnya yang mempunyai beberapa tahap, pembacaan sintopikal mempunyai lima tahap yang wajib ditempuh untuk para “pahlawan skripsi.” Pertama, adalah menemukan bagian-bagian yang relevan dalam buku-buku yang berhubungan dengan topik penyelidikan pembaca.
Selanjutnya, pembaca harus mempunyai pemahaman yang sama dengan penulis, terutama mengenai istilah yang digunakan. Penulis yang berbeda akan menggunakan istilah yang berbeda, dan merupakan tanggung jawab pembaca untuk membawa dan mengekspresikan ide-ide dari berbagai penulis ke dalam satu set istilah umum untuk memahami dan menganalisis dengan benar, di mana mereka dapat setuju atau tidak setuju. Ketiga, mencari dan merangkai pertanyaan yang jelas. Persiapkan pertanyaan tambahan yang berhubungan dengan topik yang berhubungan dengan subjek penelitian dan bagaimanakah di antara penulis-penulis yang dibaca dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Keempat, mendefinisikan masalah. Pembaca harus sadar di mana, bagaimana, dan mengapa para penulis tidak sepakat mengenai masalah tersebut. Kelima adalah menganalisis diskusi. Setelah semua tahap-tahap dilalui, sekarang pembaca bisa menganalisis dan menilai perbincangan antar penulis.
Kesimpulan
Setelah menyelesaikan semua tahap di atas, Adler mengatakan bahwa pembaca telah berlaku adil terhadap buku yang ia baca. Tapi, apakah itu sepadan ketika langkah-langkah ini menuntut banyak kerja keras dengan melewati semua tahap-tahap tersebut. Dalam hal ini, Adler menyarankan pembaca untuk tidak melibatkan semua tingkatan pembacaan pada semua buku yang akan dibaca: melainkan, pembaca perlu menyesuaikan tergantung kebutuhan untuk memahami suatu buku. Dalam beberapa hal tertentu, pembacaan sepintas (systematic skimming) akan memberitahukan pembaca pada semua yang diperlukan untuk memahami suatu buku, atau mungkin memberitahu secukupnya bahwa buku ini tidak menarik untuk dibaca. Dalam kasus lain, untuk buku-buku yang berat, diperlukan pembacaan analisis mendalam, dengan sebuah garis besar struktur buku, argumennya, dan penilaian pembaca. Dengan demikian, intensitas membaca buku sepenuhnya tergantung pada kesulitan buku itu sendiri.
Buku ini telah ditulis pada sekitar tahun 1940-an. Pertanyaannya kemudian, apakah buku ini masih relevan di dunia digital kiwari yang penuh dengan informasi? Menurut pendapat saya, iya. Dunia digital kita dipenuhi dengan kesalahan pembacaan dan disinformasi yang ditulis oleh warganet, baik itu melalui Twitter, Facebook, email, atau buku yang sebenarnya banyak memicu konflik oleh kesalahpahaman yang mengarah pada kemarahan yang berakhir permusuhan dan kekerasan. Dengan bertambahnya jumlah media informasi, dapat dikatakan bahwa saat ini belajar membaca dengan benar menjadi jauh lebih penting lagi: yaitu untuk memahami perkataan orang secara adil. Bisa jadi, dengan menjadi pembaca yang lebih baik kita akan lebih dekat lagi untuk mereformasikan realitas dunia digital yang penuh dengan cuitan toxic, dan diharapkan melaluinya semakin dekat untuk menyelesaikan perselisihan dan konflik di dunia kita bersama. Pintu ilmu dan kebijaksanaan masa lampau itu terus hadir bersama kita, dan Adler telah memberikan kuncinya kepada para pembaca semua.