
Pagi itu, pada tanggal 20 di bulan April yang bertepatan dengan hari Ahad, aku melakukan tugas liputan tes seleksi penerimaan santri baru gelombang ke-2 di Pesantren Condong. Semua berjalan lancar seperti biasanya, dengan pemandangan yang padat akan wali santri dan kesibukan ustaz panitia bersama tim sukses dari panitia kelas lima yang saling bekerja sama.
Di gedung Auditorium, bagian CID sibuk dengan sound system yang disiapkan untuk apel pembukaan. Lalu, Ust. H. Nurrohman memberikan sambutannya ketika apel dan beliau menyinggung jumlah peserta gelombang kedua ini yang lebih banyak dari seleksi gelombang pertama, yang membuatku penasaran. Setelah apel berakhir, aku pun menghampiri Ust. Regi Pathuzzaman yang menjadi panitia penerimaan santri baru kali ini.
Wawancara dengannya mengenai jumlah peserta gelombang kedua membuatku sedikit penasaran dengan para panitia yang dengan semangat membantu berjalannya acara tersebut. Melihat seorang panitia yang bertugas sebagai juru parkir, aku pun menghampirinya dan mengajaknya berbincang tentang bagaimana sistem parkir dan bagaimana lelahnya menjadi juru parkir.
Ia mengaku memang lelah dan capek dalam menjadi juru parkir, terlebih gelombang dua ini yang lebih membludak. Tapi ia tetap tersenyum dan tertawa, lalu mengatakan bahwa, “Jadikan rasa lelahmu sebagai jembatan menuju keikhlasan dan ridho lillah.”
Aku pun menghampiri information desk dan berbincang dengan seseorang bernama Revan yang merupakan salah seorang panitia di information desk. Beberapa obrolan ringan mengenai pelayanan yang baik kepada tamu membuka wawasanku tentang bagaimana cara yang baik ketika menghadapi wali santri yang kebingungan, dan persiapan yang diperlukan sebelum menghadapi hari-H.
Mengingat betapa lelahnya tugas mereka selaku panitia, aku pun mendatangi seseorang yang bernama Alpha dan bertanya mengenai motivasinya untuk terus semangat dalam menjalani pekerjaannya.
“Kan kita ke pondok tidak hanya tholabul ‘ilmi, yah. Dengan adanya kepanitiaan seperti ini tentu menjadi sebuah pengalaman dan ilmu. Saya juga mencari keberkahan dan ridho Allah dari acara ini, karena dari lelah insyaallah menjadi lillah.”
Dari sini aku pun melihat begitu ikhlasnya para pembantu pondok dalam menghidupi pondok mereka melawan rasa lelah karena yakin akan barokah dan ridho Ilahi yang ada di balik semua perjuangan mereka.
“Supaya adik-adik kelas dapat mengikuti apa yang telah kita lakukan di sini, apa yang telah kita laksanakan ini, apa yang telah kita jalani ini. Jadi semakin baik adik kelas itu, menjadi suatu kebanggaan bagi kakak kelas. Ujung-ujungnya li i’lai kalimatillah itu menjadi suatu hal yang meluas lagi,” ujar Ribhi, yang aku tanya mengenai motivasi keikhlasannya.
Setiap lelah dan keringat yang menetes dengan penuh keikhlasan tentu akan menjadi jalan menuju ridho Ilahi Rabbi. Karena dengan berkaca kepada para panitia, itulah hal yang menjadi motivasi dan semangat dalam melakukan tugas mereka. [Khafiyann]